KASUS PHK PT. PHILIPS BATAM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hal yang paling ditakuti oleh pekerja
akan tetapi sangat lazim dan sering ditemui di Indonesia. Apa pun penyebab
berakhirnya hubungan kerja antara perusahaan dan karyawannya disebut dengan
PHK.
Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja
atau yang sering disingkat dengan kata PHK. PHK sering kali menimbulkan
keresahan khususnya bagi para pekerja. Bagaimana tidak? Keputusan PHK ini
akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dan masa depan para pekerja yang
mengalaminya.
Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja,
perjanjian kerja dapat berakhir apabila :
·
Pekerja meninggal dunia
·
Jangka waktu kontrak kerja telah
berakhir
·
Adanya putusan pengadilan atau penetapan
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
·
Adanya keadaan atau kejadian tertentu
yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KASUS PHK PT. PHLIPS
Buruh
yang telah dikenai pemutusan hubungan kerja sepihak dan pihak manajemen
perusahaan PT Philips yang berlokasi di Panbil Industrial Estate, Jl Ahmad
Yani, Muka Kuning, Batam, Kepulauan Riau itu telah menemukan kesepakatan untuk
menyelesaikan kasus tersebut di tingkat pengadilan hubungan Industrial (PHI)
Batam.
Kesepakatan
bersama itu ditandatangani kedua belah pihak, jumat (19/6/2015). Selain itu,
pihak manajemen perusahaan juga berjanji akan membayarkan upah dan semua hak
buruh selama proses PHK hingga ada putusan dari PHI, dan mengijinkan buruh
untuk berserikat. Namun, para buruh yang selama ini melakukan mogok kerja, juga
harus kembali bekerja seperti biasa dan menandatangani surat pernyataan untuk
tak melakukan mogok kerja lagi. Berita
baik tentang mogok Philips Telah ditandatangani kesepakatan, oleh kedua belah
pihak, dimana intinya:
1. Perselisihan
dilanjutkan ke PHI
2. Mogok dihentikan
3. Selama proses PHI, upah karyawan yang di
PHK tetap dibayar
4.Demi
UUD 1945, UU Nomor 13 Tahun 2003, UU Nomor 21 tahun 2000, pekerja berhak mendirikan Serikat
Pekerja di perusahaan.Total
yang di PHK dalam kasus ini sekitar 90 orang, dengan alasan efisiensi. Padahal perusahaan
sedang untung. Mereka menggelar aksi mogok kerja sebagai bentuk penolakan
terhadap PHK sepihak itu.
2.2
Sudut Pandang Dari Etika Bisnis
Perusahaan dapat melakukan PHK
apabila pekerja melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja. Etika merupakan
sebagai sistem dimana manusia harus bersikap baik sebagai manusia yang telah
diinstitusionalisasikan. PHK seringkali disamakan dengan pemecatan secara
sepihak oleh perusahaan terhadap pekerja karena kesalahan pekerjaannya,
sehingga kata PHK terkesan negatif. Dalam suatu kejadaian PHK, kedua pihak
sama-sama merugi, pekerja merugi dan pihak perusahaan akan mengalami kerugian
aset sumber daya manusia serta kehilangan modal yang tlah dikeluarkan untuk
mengrecruitment dan peningkatan kompetensi pekerja (pelatihan dan pendidikan)
untuk melakukan analisis etika PHK, pertama-tama kita harus memiliki sudut
pandang yang netral mengenai PHK itu sendiri. Secara etika bisnis dalam kasus
PHK PT. PHLIPS, perusahaan dapat bertindak secara etis apabila memiliki kebebasan
dan kewenangan penuh untuk mengambil keputusan dan bertindak sesuai virtue /
nilai-nilai yang dianggapnya baik. Dalam tindakan PHK bukan hal yang baik bagi
para pegawai karena membuat mereka kehilangan hak untuk mendapatkan kehidupan
yang layak dan hanya menguntungkan sepihak yaitu pihak perusahaan.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Dalam kasus PHK memiliki cara-cara
PHK yang sesuai dengan prinsip etika, dalam melakukan PHK juga perlu diadakanya
etika, dan PHK itu sendiri dapat merupakan etis sekaligus tidak etis sesuai
dengan tujuan dan cara yang dilakukan oleh karyawan dan pihak perusahaan. Dalam
kasus PHK PT. PHILIPS mengalami kerugian karena sebanyak 600 buruh ikut serta
dalam aksi mogok kerja sebagai bentuk solidaritas sehingga, aktivitas produksi
perusahaan pun terganggu selama beberapa hari.
Refrensi